Ketika naskah yang dikirim telah mendapat
acc penerbit, waktunya bagi penulis untuk memutuskan mau memakai sistem royalti
atau jual-putus.
Beberapa hari lalu, aku membaca
tulisan di sebuah grup. Penulis curhat, naskahnya telah disetujui oleh penerbit
dengan sistem jual-putus, tapi sudah setahun lebih buku itu tak jua terbit.
Meskipun telah mendapat uang pembayaran, tapi sebagai penulis ia merasa tak
puas sebelum melihat karyanya mejeng di rak toko buku. Beberapa orang
berkomentar itulah resiko jual-putus, penulis tak bisa berbuat apa-apa setelah
naskah dibeli.
Dari situ muncul pertanyaan, benarkah
Jual Putus (disebut juga flat) selalu merugikan penulis? Dan apakah sistem
royalti selalu menguntungkan penulis?
Sebelum menjawab untung-rugi, kita
perlu tahu perbedaan sistem royalti dan jual putus.
Sistem
Royalti:
(1) penulis mendapat pembayaran sesuai
dengan jumlah buku yang terjual dalam periode tertentu. Penulis biasanya
mendapat 10% dari harga jual buku, ada yg dari harga bruto tapi ada juga dari
harga netto, penulis perlu mencermati Surat Perjanjian Penerbitan (SPP).
Royalti 10% bukan harga mati, untuk penulis dengan nama besar yang sudah teruji
pasar, tentu bisa mendapat lebih. Untuk penjualan proyek pemerintah biasanya
nilai prosentasi turun menjadi 5%.
(2) periode pembayaran, umumnya per
semester (6 bulan sekali) meskipun ada juga yg tiga/empat bulan sekali atau
satu tahun sekali. Ada penerbit yg menjadwalkan pembayaran setiap bulan
tertentu, misalnya penjualan semester I (Jan-Jun) dibayarkan Agustus kemudian
semester II (Juli-Des) dibayarkan Februari, ada juga yang menghitung 6 bulan
dari tanggal buku terbit.
(3) ada beberapa penerbit yang berbaik
hati menggunakan sistem royalti dengan membayar Down Payment lebih dulu, misalnya penulis mendapat 25% dari royalti
cetak edisi perdana.
Sistem
Jual-Putus:
(1) penulis hanya menerima satu kali
pembayaran. Besarannya tergantung negosiasi antara penulis dengan penerbit. Sebagai
contoh naskah kumpulan dongeng atau novel anak dengan jumlah halaman 60-70
ukuran kertas A4, akan mendapat Rp. 2,5 juta.
(2) pembayaran langsung dilakukan di
muka, setelah kedua belah pihak menyetujui Surat Perjanjian Penerbitan.
*Keterangan: ada ketentuan yang belum
banyak diketahui oleh penulis yaitu soal batas waktu eksploitasi. Masih banyak
anggapan bahwa jual putus berarti penulis mengucapkan selamat berpisah
selamanya pada naskah, padahal jual-putus pun seharusnya mensyaratkan batas
waktu eksploitasi (umumnya 5 th).
Kelebihan
dan Kekurangan Sistem Royalti:
(+) lebih adil, baik dari pihak
penerbit maupun penulis, sama-sama berbagi risiko jika kurang laku dan
sama-sama berbagi keuntungan jika laku keras.
(+) kalau buku laku keras apalagi best
seller, maka penulis akan mendapat royalti yang sangat wah.
(-) harus menunggu periode waktu
pembayaran (3 bulan atau 6 bulan atau 1 tahun)
(-) jika buku hanya laku sedikit, maka
penulis hanya bisa gigit jari.
Kelebihan
dan Kekurangan Sistem Jual Putus:
(+) lebih cepat terima uang, pembayaran
langsung dilakukan begitu Surat Perjanjian ditandatangani, tanpa menunggu
beberapa bulan kemudian.
(-) penulis hanya mendapat pembayaran
sesuai perjanjian, kalau buku laku keras maka penulis cuma bisa iri.
Benarkah
Jual Putus selalu merugikan penulis?
(a) tidak selalu, tapi lebih sering
merugikan.
(b) untung-rugi tidak selalu berupa
uang, bisa saja secara nilai ekonomis rugi tapi secara moral (modal ke depan)
nilainya untung. Misalnya buku yang dijual-putus cetak ulang berkali-kali,
penulis tentu merasa sangat rugi melihat uang yang ia terima tidak ada
apa-apanya jika dibandingkan buku yang laku. Meskipun begitu ada keuntungan
secara moral (modal ke depan), yaitu namanya kian terkenal (jika menulis lagi
sudah punya kekuatan untuk negosiasi royalti) dan penerbit tidak akan melepas
angsa bertelur emas (jika buku laku keras, penerbit akan berjuang mempertahankan
penulis tsb dan tentu siap negosiasi untuk buku selanjutnya).
Dan
apakah sistem royalti selalu menguntungkan penulis?
(a) tidak selalu tapi lebih sering
menguntungkan.
(b) jika buku hanya laku sedikit,
sebenarnya penulis secara ekonomis juga tidak rugi-rugi amat jika dibandingkan
kerugian penerbit (bahan baku, ongkos produksi, distribusi, dll).
(c) royalti dengan uang muka, sangat
menguntungkan penulis tapi sebagai penulis kadang jadi beban moral tersendiri,
misalnya sudah dapat DP 25% ternyata dalam setahun buku cuma laku 20% dari
cetakan pertama, tentu penulis punya hutang, dan bagaimanapun punya hutang itu
rasanya gak enak.
Pertimbangan
memilih sistem royalti atau jual-putus:
(a) butuh uang mendadak, misalnya
untuk bayar kontrakan/hutang, maka sistem jual-putus adalah alternatif terbaik bagi penulis.
(b) bagi karyawan yang hobi menulis,
tentu akan lebih bijak jika memilih sistem royalti karena bisa dijadikan passive income, toh kebutuhan bulanan
bisa menggunakan gaji.
(c) sistem royalti akan tampak hasilnya
setelah 2 - 3 tahun terjun konsisten menulis karena royalti akan menumpuk dari
beberapa buku, misalnya tahun-1 menulis 6 buku, tahun ke-2 terbit 8 buku, maka
tahun ketiga selain mendapat royalti buku baru hasil tulisan tahun itu, ia juga
mendapat royalti dari tahun-tahun sebelumnya.
Jadi manakah yang akan Anda pilih?
Semua terserah Anda.
Semoga bermanfaat.
Sekian dan wasalam.
Follow… @kubusIDE
No comments:
Post a Comment