Ketika naskah yang dikirim telah mendapat
acc penerbit, waktunya bagi penulis untuk memutuskan mau memakai sistem royalti
atau jual-putus.
Beberapa hari lalu, aku membaca
tulisan di sebuah grup. Penulis curhat, naskahnya telah disetujui oleh penerbit
dengan sistem jual-putus, tapi sudah setahun lebih buku itu tak jua terbit.
Meskipun telah mendapat uang pembayaran, tapi sebagai penulis ia merasa tak
puas sebelum melihat karyanya mejeng di rak toko buku. Beberapa orang
berkomentar itulah resiko jual-putus, penulis tak bisa berbuat apa-apa setelah
naskah dibeli.
Dari situ muncul pertanyaan, benarkah
Jual Putus (disebut juga flat) selalu merugikan penulis? Dan apakah sistem
royalti selalu menguntungkan penulis?
Sebelum menjawab untung-rugi, kita
perlu tahu perbedaan sistem royalti dan jual putus.
Sistem
Royalti:
(1) penulis mendapat pembayaran sesuai
dengan jumlah buku yang terjual dalam periode tertentu. Penulis biasanya
mendapat 10% dari harga jual buku, ada yg dari harga bruto tapi ada juga dari
harga netto, penulis perlu mencermati Surat Perjanjian Penerbitan (SPP).
Royalti 10% bukan harga mati, untuk penulis dengan nama besar yang sudah teruji
pasar, tentu bisa mendapat lebih. Untuk penjualan proyek pemerintah biasanya
nilai prosentasi turun menjadi 5%.